.quickedit{ display:none; }

Sunday, March 17, 2013

Silat sebagai upaya pelestarian budaya

 

Beladiri silat tak hanya sebagai senjata melawan, melainkan didasari pertahanan untuk bisa menjadi yang terkuat.
Sebuah perguruan beladiri memang identik dikenal dengan kekuatan fisiknya. Namun salah satu perguruan silat bernama Siliwa Panulu di kawasan parung kored, karang tengah, tangerang merupakan satu bentuk beladiri sekaligus wujud pelestarian budaya betawi yang hampir tergerus waktu. Perguruan silat sudah turun temurun diwariskan dari zaman penjajah yang berasal dari keluarga di Plawad, Tangerang yang akhirnya meluas untuk umum hingga ke wilayah Karang Tengah, Bulak Santri, Gondrong, dan Duri Kosambi.
Perguruan Siliwa Panulu ini terus bertahan sampai ke pelosok-pelosok melalui pewaris-pewaris terdahulunya yakni Engkong H.Ridan, Lurah Latief, lalu turun ke guru Nunging di tahun 1960, yang diteruskan oleh Engkong Sa'ari di tahun 1970 dan terhenti sampai disitu. Karena dianggap sebagai warisan budaya Betawi, perguruan yang mengutamakan keimanan itu diteruskan oleh Agus, seorang pegawai negeri di tahun 1992 sampai saat ini.
Hingga kini Siliwa Panulu beranggotakan kurang lebih 25 orang diantaranya pelajar, karyawan, pegawai negeri, petugas keamanan, bahkan anak-anak yang masih terbilang belia. Adapun berbagai jurus andalan yang dipelajari yaitu jurus pukul, jurus pukul dua, jurus kencong, jurus kencong dua, jurus potong, jurus kotek, jurus bandut, jurus timbang, jurus tendangan dan terakhir jurus langkah empat.
"Di perguruan kami memainkan gaya serangan dan pertahanan dengan moto tidak mendahului menyerang," jelas Agus. Sesi latihan dilakukan pada Sabtu malam dan Selasa malam dari pukul 22.00-02.00. Menariknya silat ini tidak menggunakan tingkatan sabuk ataupun menggunakan seragam seperti umumnya dengan maksud menghindari kesan sombong. Beberapa jurusanya pun sedikit diselipi unsur keagamaan seperti dzikir.
Siliwa Panulu belum pernah dipertandingkan atau mengikuti kejuaraan. Selain sebagai ilmu beladiri, Siliwa Panulu juga mahir untuk mengisi acara hajatan seperti nikahan yakni tradisi Palang Pintu bernama Mustika. "Pantangan kita hanyalah hal yang dilarang agama. Beladiri ini punya misi untuk melestarikan budaya Betawi," pungkas Agus.

No comments:

Post a Comment